-

Kejagung Kaji Ulang Kasus Kepala Daerah

Senin, 25 Juli 2011

Hukum Online: Kejaksaan dinilai tidak konsisten dalam menerapkan aturan mengenai izin pemeriksaan kepala daerah. Di satu sisi, Kejaksaan “mengulur-ngulur” pemeriksaan kepala daerah dengan alasan menunggu izin Presiden. Namun, di sisi lain, Kejaksaan menganggap pemeriksaan kepala daerah dapat dilakukan meski tanpa ada izin Presiden.

Sesuai ketentuan Pasal 36 ayat (1) UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda), penyidikan kepala daerah dilakukan setelah adanya izin dari Presiden. Akan tetapi, apabila izin dari Presiden itu tidak diberikan dalam waktu paling lambat 60 hari sejak diterimanya permohonan, maka sebagaimana ketentuan Pasal 36 ayat (2) UU Pemda, penyidikan tetap dapat dilakukan.

Namun, ketentuan Pasal 36 ayat (2) UU Pemda itu tidak diterapkan seragam. Misalnya saja, untuk Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk yang sudah menyandang status tersangka hampir setahun. Kejaksaan Agung hingga kini belum juga memeriksa Awang dengan alasan belum memperoleh izin dari Presiden.



“Sementara, di kampung saya, Bukit Tinggi, Agam, Lubukbasung sana nggak laku. Wakil Bupati saya ditangkap, ditahan (tanpa izin Presiden),” kata Anggota Komisi III DPR Nudirman Munir.

Pejabat yang dimaksud Nudirman adalah Wakil Bupati Agam, Umar ST. Umar ditahan Kejaksaan Negeri Lubuk Basung meski belum ada izin Presiden. Maka dari itu, Nudirman menambahkan, “kalau memang penangkapan atau penahanan kepala daerah harus izin Presiden, tolong konsisten. Jangan di daerah tertentu pakai alasan Pasal 36 ayat (2) UU No 32 Tahun 2004, tapi di daerah lain nggak laku. Inilah yang saya sesalkan”.

Bukan hanya Nudirman yang tidak sreg dengan penanganan kasus kepala daerah oleh Kejaksaan, Anggota Komisi III DPR Edy Ramly Sitanggang juga menyatakan Kejaksaan seringkali gampang menetapkan kepala daerah sebagai tersangka. Padahal, berkaca dari penanganan kasus Awang Farouk dan Walikota Medan Rahudman Harahap, penanganannya terkatung-katung hampir setahun lamanya.

“Kasus Walikota Medan ini sudah lebih kurang satu tahun. Kami sudah mengkonfirmasi ke Seskab, ternyata belum ada permintaan izin dari Kejaksaan. Siapa ini yang salah,” ujarnya. Begitu pula dengan Awang Farouk. Edy melanjutkan, “Kenapa begitu sulit Kejagung memposisikan kasus Awang Farouk. Kalau memang tidak cukup bukti ya (harusnya) di SP3”.

Atas kritik-kritik tersebut, Jaksa Agung Basrief Arief sudah meminta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) mengkaji ulang kasus-kasus yang berkaitan dengan kepala daerah. Hal itu dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan seperti yang terjadi pada Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Arifin.

“Yang lebih fatal itu (Gubernur) Kalimantan Selatan. Tiga (pelakunya) dibebaskan bahkan di tingkat Mahkamah Agung. Saya prihatin dan minta supaya dikaji lagi kasus-kasus yang berkaitan dengan kepala daerah,” tuturnya.

Hal ini ditindaklanjuti dengan pemanggilan sejumlah Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) untuk melakukan ekspos perkara yang melibatkan kepala daerah di hadapan Jaksa Agung. Direktur Penyidikan pada Jampidsus, Jasman Panjaitan mengatakan Kamis (28/7) pekan depan, pihaknya sudah meminta 10 Kajati untuk melakukan ekspos terhadap perkara yang melibatkan kepala daerah.

Seluruh kasus yang melibatkan kepala daerah itu akan dipetakan dan dilihat kecukupan alat buktinya. “Apabila setelah dipetakan memang sudah memiliki alat bukti cukup, sudah ada perhitungan kerugian negara dari BPKP, ya akan diteruskan ke Seskab (Sekretaris Kabinet),” tukasnya, Jum’at (22/7).

Jasman berharap pada Kamis nanti sudah ada keputusan mengenai perkara mana yang dianggap cukup alat bukti untuk diteruskan dan perkara mana yang dianggap tidak memiliki cukup alat bukti. Sehingga, dengan demikian, izin pemeriksaannya pun dapat segera diajukan ke Seskab.

Walau begitu, Jaksa Agung telah menyatakan ada sembilan kepala daerah yang izin pemeriksaannya masih dikaji. Yakni, Bupati Ogan Komering Ulu Selatan (Sumatera Selatan) Muhtaddin Sera’i, Bupati Batang (Jawa Tengah) Bambang Bintoro, Bupati Bulungan Budiman Arifin, Wakil Bupati Purwakarta (Jawa Barat) Dudung B Supardi, Walikota Medan (Sumatera Utara) Rahudman Harahap, dan Bupati Kolaka Buhari Matta.

Kemudian, Bupati Kepulauan Mentawai Edison Seleleobaja, Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk Ishak, dan Gubernur Kalimantan Selatan Rudy Arifin. Untuk Awang, permohonan izin pemeriksaannya dikaji kembali karena ada dua pelaku turut serta yang divonis dengan putusan berbeda di pengadilan. Pelaku pertama divonis bebas, sementara pelaku lainnya divonis bersalah.

Tetap sah

Terkait tudingan inkonsistensi pemberlakuan izin Presiden, Jampidsus Andhi Nirwanto menampiknya. Menurut Andhi, dalam penanganan Wakil Bupati Agam, Kejaksaan sudah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. “Buktinya, praperadilan Wakil Bupati Agam ditolak atau dikalahkan pengadilan,” katanya.

Dengan demikian, “apa yang dilakukan Kejaksaan sudah benar. Sudah sesuai aturan hukum yang ada,” imbuhnya. Andhi melanjutkan, praperadilan adalah sarana yang ditempuh Wakil Bupati Agam untuk menguji sah atau tidaknya penahanan yang dilakukan Kejaksaan. Oleh karena pengadilan menolak praperadilan Wakil Bupati Agam, berarti penahanan yang dilakukan Kejaksaan dianggap sah dan sudah sesuai aturan hukum.

“Untuk itu saya kira tidak masalah ya. Dan, karena (kasus Wakil Bupati Agam) ini sekarang sedang dalam proses persidangan, tinggal kita monitor saja hasil dari pada persidangannya,” ujar Andhi.